ETIKA PROFESI
Maraknya jual beli barang
via internet atau e-commerce membuat orang semakin mudah untuk membeli atau
menjual barang. Tidak perlu memakan waktu lama untuk pergi ke toko, cukup
menyediakan gadget atau computer yang tersambung dengan internet kemudian
browsing barang yang ingin dicari dan dibeli. Banyak situs online yang
menyediakan fasilitas jual beli online dengan bermacam – macam keunggulan
sendiri untuk menarik pelanggan agar mampir ke lapak yang dijualnya.
Akan
tetapi tidak semua jual beli online mudah dan gampang tanpa resiko. Banyak
modus penjual yang curang dalam menjual barang. Biasanya barang yang dijual
lebih murah dari pasaran. Hal tersebut patut diwaspadai oleh pembeli. Oleh
sebab itu perlu ekstra hati – hati jika memilih barang yang akan dibeli.
Sangat
sulit untuk mendeteksi setelah pelaku penipuan melakukan aksinya yang membuat
pembeli kebingungan dan sangat kecewa setelah tertipu oleh nya. Melaporkan
polisi pun juga belum tentu banyak tindakan yang dilakukan, karena pelaku tidak
di lingkup wilayah nya. Biasa nya pelaku mengaku berdomisili di daerah batam,
karena daerah tersebut berbatasan langsung dengan Singapura yang banyak di
derah tersebut barang black market (BM).
Perlakuan Hukum
Penipuan secara online pada
prinisipnya sama dengan penipuan yang dilakukan pada umumnya. Perbedaannya
hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik
(komputer,
internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dasar hukum yang digunakan untuk
menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai
berikut:
"Barang siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan
rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
Sedangkan, jika dijerat menggunakan
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maka
pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana dari pasal tersebut
adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1
miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE). Lebih jauh, simak artikel Pasal Untuk
Menjerat Pelaku Penipuan Dalam Jual Beli Online. Untuk pembuktiannya, APH bisa
menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti
sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya
sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bunyi Pasal 5 UU
ITE:
(1) Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
Sebagai catatan, beberapa negara maju
mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online
(computer related fraud) dalam ketentuan khusus cyber crime. Sedangkan di
Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang
delik “Penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum
dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta
pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28
ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak
dan kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP
adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi
dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau
tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut
dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang
lain.
Dasar hukum
1. Kitab Undang – undang Hukum pidana
(Wetboek van Strafrecht Staatsblad 1915 no 73)
2. Undang – Undang No.8 Tahun 1918
tentang Hukum Acara Pidana.
3. Undang – undang No 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar